Beranda | Artikel
Memperkokoh Pondasi Rumah Tangga
Kamis, 17 Agustus 2023

Tulisan ini akan membahas tentang pentingnya memperkokoh niat ketaatan lillah sebagai pondasi kuat dalam membangun dan menjalani kehidupan rumah tangga. Karena, pondasi yang rapuh dapat memicu pertikaian antara suami dengan istri yang dapat berujung pada perceraian dan penyesalan. Melihat fenomena yang terjadi di tengah-tengah umat, banyak orang berumah tangga karena murni cinta. Sebagian lain menjadikan alasan mencari kebahagiaan, bahkan ada yang termotivasi karena hanya takut celaan manusia dengan status single.

Memang, tidak ada yang salah dengan alasan-alasan duniawi tersebut. Namun, jika motivasi menikah itu tidak dibarengi dengan niat untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah Ta’ala, serta menjadikannya sebagai alasan utama membangun mahligai rumah tangga, maka sungguh pondasi rumah tangga itu menjadi rapuh. Karena jika pondasinya adalah alasan duniawi tersebut, lantas apa perbedaan antara orang muslim dan kafir dalam pernikahan? Oleh karenanya, pondasi yang kokoh dalam membangun dan menjalani mahligai rumah tangga adalah ketaatan kepada Allah Ta’ala yang menjadi tujuan utama.

Ketaatan dalam perjanjian yang agung

Allah Ta’ala berfirman,

وَكَیۡفَ تَأۡخُذُونَهُۥ وَقَدۡ أَفۡضَىٰ بَعۡضُكُمۡ إِلَىٰ بَعۡضࣲ وَأَخَذۡنَ مِنكُم مِّیثَـٰقًا غَلِیظࣰا

Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang agung (ikatan pernikahan) dari kamu.” (QS. An-Nisa’: 21)

Dalam Tafsir As-Sa’di tentang ayat ini, khususnya berhubungan dengan kalimat مِّيثَٰقًا غَلِيظًا (perjanjian yang agung), dijelaskan bahwa Allah Ta’ala juga telah mengambil perjanjian yang kuat dari para suami dengan adanya akad dan (perintah untuk) memenuhi hak-hak istrinya. Oleh karenanya, ada unsur ketaatan kepada perintah Allah dalam setiap perjanjian akad nikah yang dipikul oleh seorang suami dan kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Ta’ala. Sedangkan tanggung jawab taat kepada suami (selama dalam koridor syariat) berada pada pundak istri yang pada akhirnya berarti juga berarti tunduk dan patuh kepada perintah Allah Ta’ala.

Ketaatan dalam menyempurnakan separuh agama

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

إذا تَزَوَّجَ العبدُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّينِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فيما بَقِيَ

“Ketika seorang hamba menikah, berarti dia telah menyempurnakan setengah agamanya. Maka, bertakwalah kepada Allah pada setengah sisanya.” (HR. Baihaqi dalam kitabnya Syu’bul Iman no. 5486. Al-Albani menyatakan bahwa derajat hadis ini adalah hasan li ghairihi dalam kitab Silsilah As-Shahihah)

Menyebut pernikahan sebagai “separuh agama” adalah sebagai bentuk penekanan untuk mendorong segera menikah.

Al-Ghazali rahimahullah berkata, “Yang dominan dalam merusak agama adalah kelamin (kemaluan) dan perut. Dengan menikah, sudah cukup untuk menjaga dari salah satunya (yaitu kemaluan, pent.). Karena dalam pernikahan terdapat penjagaan dari setan, pemutus keinginan, menahan hawa nafsu (syahwat), menundukkan pandangan, dan menjaga kemaluan.” [1]

Baca juga: Sumber Keretakan Rumah Tangga

Ketaatan dalam membentuk keturunan yang saleh

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

إذا مات ابنُ آدَمَ انقَطَع عمَلُه إلَّا مِن ثَلاثٍ: صَدَقةٍ جاريةٍ، أو عِلمٍ يُنتَفَع به، أو وَلَدٍ صالِحٍ يدعو له. رواه مسلمٌ

Apabila anak adam (manusia) telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya darinya, kecuali tiga perkara: yaitu sedekah jariyah (sedekah yang pahalanya terus mengalir), ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)

Terhadap peran anak saleh yang mendoakannya, Syekh Bin Baz rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah anak yang saleh yang mendoakan orang tuanya. Doa anak saleh tersebut akan memberikan manfaat baginya. [2]

Oleh karenanya, apabila tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan, maka pastikan bahwa niat kita setelah mendapatkan keturunan adalah mendidik dan mangasuh anak tersebut sehingga menjadi hamba Allah yang saleh agar kelak dapat mendoakan kita tatkala meninggalkan dunia ini. Bentuklah rumah tangga yang penuh dengan ketaatan, jadilah contoh dan teladan bagi anak-anak kita sebagai hamba Allah yang istikamah dalam iman dan takwa.

Pondasi rumah tangga yang kokoh

Ketaatan kepada Allah Ta’ala adalah pondasi yang semestinya menjadi mutlak dalam membangun dan membina rumah tangga. Karena bagaimanapun sulitnya problematika kehidupan yang dijalani bersama, tidak akan menggoyahkan keutuhan rumah tangga selama setiap individu, baik suami maupun istri, benar-benar memahami bahwa tujuan menikah adalah dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Namun jangan lupa, komitmen ketaatan tersebut tentu saja harus terikat kuat dengan sebab-sebab yang dapat menguatkan keistikamahan kita. Sebab-sebab itu tiada lain adalah dengan menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam sebagai suri teladan dalam menjalani kehidupan rumah tangga.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)

Wallahu Ta’ala a’lam.

Baca juga: Sumbu Pendek dalam Rumah Tangga

***

Penulis: Fauzan Hidayat


Artikel asli: https://muslim.or.id/86950-memperkokoh-pondasi-rumah-tangga.html